Pelayanan Rekam Medis Rumah Sakit
TUGAS ONLINE 4
NAMA : SITI HAERIYAH
NIM : 2016.0301.138
MK : MANAJEMEN PELAYANAN RS
SESI : 11
Pelayanan Rekam Medis
Rumah Sakit
A. Pengertian
Dalam penjelasan Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran, yang
dimaksud dengan rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen
tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanaPEn lain
yang telah diberikan kepada pasien.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989
tentang Rekam Medis dijelaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan
catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan
dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan, yang
diperbaharui dengan Permenkes Nomor 269/MenKes/Per/III/2008, tentang Rekam
Medis menyatakan rekam Medis adalah berkas berisi catatan dan dokumen tentang
pasien yang berisi identitas, pemeriksaan, pengobatan, tindakan medis lain pada
sarana pelayanan kesehatan untuk rawat jalan, rawat inap baik dikelola
pemerintah maupun swasta.
Kedua pengertian rekam medis diatas menunjukkan perbedaan yaitu
Permenkes hanya menekankan pada sarana pelayanan kesehatan, sedangkan dalam UU
Praktik Kedokteran tidak. Ini menunjukan pengaturan rekam medis pada UU Praktik
Kedokteran lebih luas, berlaku baik untuk sarana kesehatan maupun di luar
sarana kesehatan.
Sedangkan menurut Huffman EK, 1992 rekam medis adalah rekaman atau
catatan mengenai siapa, apa, mengapa, bilamana pelayanan yang diberikan kepada
pasien selama masa perawatan yang memuat pengetahuan mengenai pasien dan
pelayanan yang diperolehnya serta memuat informasi yang cukup untuk
menemukenali (mengidentifikasi) pasien, membenarkan diagnosis dan pengobatan
serta merekam hasilnya.
B. Kegunaan
Rekam Medis
Kegunaan rekam medis dapat dilihat dari beberapa aspek, antara
lain, (Dirjen Yankes 1993: 10):
1. Aspek Administrasi
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi, karena
Isinya menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab
sebagai tenaga medis dan para medis dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.
2. Aspek Medis
Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan atau perawatan yang
harus diberikan kepada seorang pasien.
3. Aspek Hukum
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hukum, karena
isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan,
dalam rangka usaha untuk menegakkan hukum serta penyediaan bahan bukti untuk
menegakkan keadilan.
4. Aspek Keuangan
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai uang, karena isinya
mengandung data / informasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek keuangan.
5. Aspek Penelitian
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian, karena isinya
menyangkut data / informasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek penelitian
dan pengembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan.
6. Aspek Pendidikan
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai pendidikan, karena isinya
menyangkut data / informasi tentang perkembangan kronologis dan kegiatan
pelayanan medik yang diberikan kepada pasien. Informasi tersebut dapat
dipergunakan sebagai bahan atau referensi pengajaran dibidang profesi si
pemakai.
7. Aspek Dokumentasi
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai dokumentasi, karena
isinya menyangkut sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai
sebagai bahan pertanggung jawaban dan laporan rumah sakit.
Dengan melihat beberapa aspek tersebut diatas, rekam medis
mempunyai kegunaan yang sangat luas, karena tidak hanya menyangkut antara
pasien dengan (Dirjen Yankes, 1993: 12) :
a) Sebagai alat komunikasi
antara dokter dengan tenaga ahli lainnya yang ikut ambil bagian didalam
memberikan pelayanan, pengobatan, perawatan kepada pasien.
b) Sebagai dasar untuk
merencanakan pengobatan / perawatan yang harus diberikan kepada seorang pasien.
c) Sebagai bukti tertulis atas
segala tindakan pelayanan, perkembangan penyakit dan pengobatan selama pasien
berkunjung / dirawat di rumah sakit.
d) Sebagai bahan yang berguna
untuk analisa, penelitian dan evaluasi terhadap kualitas pelayanan yang
diberikan kepada pasien.
e) Melindungi kepentingan hukum
bagi pasien, rumah sakit maupun Dokter dan tenaga kesehatan dan lainnya.
f) Menyediakan data-data
khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian dan pendidikan.
g) Sebagai dasar ingatan
penghitungan biaya pembayaran pelayanan medik pasien.
h) Menjadi sumber ingatan yang
harus didokumentasikan
C. Kelengkapan
Rekam Medis Rumah Sakit
Menurut PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 data-data yang harus
dimasukkan dalam Medical Record dibedakan untuk pasien yang diperiksa di unit rawat
jalan dan rawat inap dan gawat darurat. Setiap pelayanan baik di rawat jalan,
rawat inap dan gawat darurat dapat membuat rekam medis dengan data-data sebagai
berikut:
1. Pasien Rawat Jalan
Data pasien rawat jalan yang dimasukkan dalam medical record
sekurang-kurangnya antara lain:
a) Identitas Pasien
b) Tanggal dan waktu.
c) Anamnesis
(sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit).
d) Hasil Pemeriksaan fisik dan
penunjang medis.
e) Diagnosis
f) Rencana penatalaksanaan
g) Pengobatan dan atau tindakan
h) Pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien.
i) Untuk kasus gigi
dan dilengkapi dengan odontogram klinik dan
j) Persetujuan
tindakan bila perlu.
2. Pasien Rawat Inap
Data pasien rawat inap yang dimasukkan dalam medical record
sekurang-kurangnya antara lain:
a) Identitas Pasien
b) Tanggal dan waktu.
c) Anamnesis
(sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit.
d) Hasil Pemeriksaan Fisik dan
penunjang medis.
e) Diagnosis
f) Rencana
penatalaksanaan
g) Pengobatan dan atau tindakan
h) Persetujuan tindakan bila
perlu
i) Catatan
obsservasi klinis dan hasil pengobatan
j) Ringkasan pulang
(discharge summary)
k) Nama dan tanda tangan dokter,
dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan ksehatan.
l) Pelayanan lain
yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan tertentu.
m) Untuk kasus gigi dan dilengkapi dengan
odontogram klinik
3. Ruang
Gawat Darurat
Data
pasien rawat inap yang harus dimasukkan dalam medical record sekurang-kurangnya
antara lain:
a) Identitas
Pasien
b) Kondisi
saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan
c) Identitas
pengantar pasien
d) Tanggal
dan waktu.
e) Hasil
Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit.
f) Hasil
Pemeriksaan Fisik dan penunjang medis.
g) Diagnosis
h) Pengobatan
dan/atau tindakan
i) Ringkasan
kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat darurat dan rencana
tindak lanjut.
j) Nama
dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang
memberikan pelayanan kesehatan.
k) Sarana
transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan ke sarana
pelayanan kesehatan lain dan
l) Pelayanan
lain yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan tertentu.
4. Contoh
Data-data Identitas Pasien antara lain:
a) Nama
:
b) Jenis
Kelamin :
c) Tempat
Tanggal lahir :
d) Umur
:
e) Alamat
:
f) Pekerjaan
:
g) Pendidikan
:
h) Golongan
Darah :
i) Status
pernikahan :
j) Nama
orang tua :
k) Pekerjaan
Orang tua :
l) Nama
suami/istri :
D. Informed
Consent
Informed Consent adalah sebuah istilah yang
sering dipakai untuk terjemahan dari persetujuan tindakan medik. Informed
Consentterdiri dari dua kata yaitu Informed dan. Informed diartikan
telah di beritahukan, telah disampaikan atau telah di informasikan danConsent yang
berarti persetujuan yang diberikan oleh seseorang untuk berbuat sesuatu. Dengan
demikian pengertian bebas dariinformed Consent adalah persetujuan
yang diberikan oleh pasien kepada dokter untuk berbuat sesuatu setelah
mendapatkan penjelasan atau informasi.
Pengertian Informed Consent oleh Komalawati (
1989 :86) disebutkan sebagai berikut :“Yang dimaksud dengan informed
Consent adalah suatu kesepakatan/ persetujuan
pasien atas upaya medis yang akan dilakukan oleh dokter terhadap dirinya,
setelah pasien mendapatkan informasi dari dokter mengenai upaya medis yang
dapat dilakukanuntuk menolong dirinya, disertai informasi mengenai segala
resiko yang mungkin terjadi.”
E. Fungsi
Informed Consent
Dilihat dari fungsinya, informed consent memiliki fungsi ganda,
yaitu fungsi bagi pasien dan fungsi bagi dokter. Dari sisi pasien, informed
consent berfungsi untuk :
1. Bahwa setiap orang mempunyai
hak untuk memutuskan secara bebas pilihannya berdasarkan pemahaman yang memadai
2. Proteksi dari pasien dan subyek
3. Mencegah terjadinya penipuan
atau paksaan
4. Menimbulkan rangsangan
kepada profesi medis untuk mengadakan introspeksi diri sendiri (self-Secrunity)
5. Promosi dari
keputusan-keputusan yang rasional
6. Keterlibatan masyarakat (dalam
memajukan prinsip otonomi sebagai suatu nilai sosial dan mengadakan pengawasan
penyelidikan biomedik). Guwandi (I), 208 Tanya Jawab Persetujuan Tindakan
Medik (Informed Consent). (Jakarta : FKUI, 1994), hal.2
“Sedangkan bagi pihak dokter, informed
consent berfungsi untuk membatasi otoritas
dokter terhadap pasiennya.”Ibid , hal 3.
Sehingga dokter dalam melakukan tindakan medis lebih
berhati-hati, dengan kata lain mengadakan tindakan medis atas persetujuan dari
pasien.
“Adapun tujuan dari Informed consent menurut jenis tindakan dibagi
atas tiga yaitu bertujuan untuk penelitian, mencari diagnosis dan untuk
terapi.” Ratna Suprapti Samil, Etika Kedokteran Indonesia, (Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo, 2001), hal.45
F. Petugas
Pemberi Informasi kepada Pasien
Menurut PERMENKES NO. 290
tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran, sebelum dilakukan
suatu tindakan kedokteran, dokter wajib memberikan informasi langsung
kepada pasien/keluarga terdekatnya baik diminta maupun tidak diminta.
Dilihat dari isi Permenkes tersebut, harus difahami
sungguh-sungguh, bahwa :
1. Tanggung jawab memberikan
informasi sebenarnya berada pada dokter yang akan melakukan tindakan medis,
karena hanya dia sendiri yang tahu persis tentang masalah kesehatan pasien,
hal-hal yang berkaitan dengan tindakan medis tersebut, dan tahu jawabannya
apabila pasien bertanya.
2. Tanggung jawab tersebut
memang dapat didelegasikan kepada dokter lain, perawat, atau bidan, hanya saja
apabila terjadi kesalahan dalam memberikan informasi oleh yang diberi delegasi,
maka tanggung jawabnya tetap pada dokter yang memberikan delegasi.
Oleh karena itu, hendaknya para dokter hanya mendelegasikan jika
sangat terpaksa. Dan itupun hanya kepada tenaga kesehatan yang tahu betul
tentang problem kesehatan pasien, sehingga dapat memberikan jawaban yang tepat
apabila ada pertanyaan dari pasien.
Dibeberapa negara maju, tanggungjawab memberikan informasi ini
merupakan tanggung jawab yang tidak boleh didelegasikan. (non-delegable-duty)
G. Pasien yang berhak
dan tidak berhak mendapat informasi
Tidak semua pasien boleh memberikan pernyataan, baik setuju maupun
tidak setuju. Syarat seorang pasien yang boleh memberikan pernyatan, yaitu :
1. Pasien tersebut sudah dewasa.
Masih terdapat perbedaan pendapat pakar tentang batas usia dewasa,
namun secara umum bisa digunakan batas 21 tahun. Pasien yang masih dibawah
batas umur ini tapi sudah menikah termasuk kriteria pasien sudah dewasa.
2. Pasien dalam keadaan sadar
Hal ini mengandung pengertian bahwa pasien tidak sedang pingsan,
koma, atau terganggu kesadarannya karena pengaruh obat, tekanan kejiwaan, atau
hal lain. Berarti, pasien harus bisa diajak berkomunikasi secara wajar dan
lancar.
3. Pasien dalam keadaan sehat akal.
Jadi yang paling berhak untuk menentukan dan memberikan pernyataan
persetujuan terhadap rencana tindakan medis adalah pasien itu sendiri, apabila
dia memenuhi 3 kriteria diatas, bukan orang tuanya, anaknya, suami/istrinya, atau
orang lainnya. Namun apabila pasien tersebut tidak memenuhi 3 kriteria tersebut
diatas maka dia tidak berhak untuk menentukan dan menyatakan persetujuannya
terhadap rencana tindakan medis yang akan dilakukan kepada dirinya. Dalam hal
seperti ini, maka hak pasien akan diwakili oleh wali keluarga atau wali
hukumnya. Misalnya pasien masih anak-anak, maka yang berhak memberikan
persetujuan adalah orang tuanya, atau paman/bibinya, atau urutan wali lainnya
yang sah. Bila pasien sudah menikah, tapi dalam keadaan tidak sadar atau
kehilangan akal sehat, maka suami/istrinya merupakan yang paling berhak untuk
menyatakan persetujuan bila memang dia setuju.
4. Hak suami/istri pasien
Untuk beberapa jenis tindakan medis yang berkaitan dengan
kehidupan berpasangan sebagai suami-istri, maka pernyataan persetujuan terhadap
rencana tindakan medisnya harus melibatkan persetujuan suami/istri pasien
tersebut apabila suami/istrinya ada atau bisa dihubungi untuk keperluan ini.
Dalam hal ini, tentu saja suami/istrinya tersebut harus juga memenuhi kriteria
“dalam keadaan sadar dan sehat akal”.
Beberapa jenis tindakan medis tersebut misalnya tindakan terhadap
organ reproduksi, KB, dan tindakan medis yang bisa berpengaruh terhadap
kemampuan seksual atau reproduksi dari pasien tersebut.
5. Dalam keadaan gawat darurat
Proses pemberian informasi dan permintaan persetujuan rencana
tindakan medis ini bisa saja tidak dilaksanakan oleh dokter apabila situasi
pasien tersebut dalam kondisi gawat darurat. Dalam kondisi ini, dokter akan
mendahulukan tindakan untuk penyelamatan nyawa pasien. Prosedur penyelamatan
nyawa ini tetap harus dilakukan sesuai dengan standar pelayanan / prosedur
medis yang berlaku disertai profesionalisme yang dijunjung tinggi.
Setelah masa kritis terlewati dan pasien sudah bisa berkomunikasi, maka pasien berhak untuk mendapat informasi lengkap tentang tindakan medis yang sudah dialaminya tersebut.
Setelah masa kritis terlewati dan pasien sudah bisa berkomunikasi, maka pasien berhak untuk mendapat informasi lengkap tentang tindakan medis yang sudah dialaminya tersebut.
Hak untuk memberikan informed consent adalah
sebagai berikut :
1. Untuk pasien dewasa dan
sehat akal adalah pasien yang bersangkutan.
2. Untuk pasien anak-anak
adalah keluarga terdekat atau walinya
3. Untuk pasien tidak sehat
akal (walau ia sudah dewasa) adalah keluarga atau wali, atau kuratornya.
4. Untuk pasien yang sudah
menikah adalah pasien yang bersangkutan, kecuali untuk tindakan medis tertentu
harus disertai persetujuan pasangannya, yaitu untuk tindakan yang mempunyai
pengaruh bukan saja terhadap pasien, namun juga terhadap pasangannya sebagai
satu kesatuan yang utuh, dan akibatnyairreversible, Sebagai contoh
adalah operasi tubectomi atauvasectomi, dalam hal
operasi tersebut, maka bukan saja si istri atau si suami saja yang tidak akan
mempunyai keturunan, tetapi adalah keduanya sebagai suatu pasangan.
Pengecualian ini tidak berlaku untuk tindakan yang sifatnya terapetik karena
penyakit pasien. Sebagai contoh adalah operasi mengangkat rahim karena kanker
rahim, maka pasien tidak perlu minta persetujuan suaminya untuk
memberikan informed consent.
H. Informasi yang
wajib disampaikan kepada pasien
Materi/isi informasi yang harus disampaikan :
1. Diagnosis dan tata cara
tindakan medis/kedokteran tersebut
2. Tujuan tindakan
medis/kedokteran yang akan dilakukan
3. Alternatif tindakan lain,
dan risikonya
4. Risiko dan komplikasi yang
mungkin terjadi, dan
5. Prognosis terhadap tindakan
yang akan dilakukan
6. Perkiraan biaya
I. Kelengkapan
Informed Consent
a) Nama penanggung jawab
b) Usia penanggung jawab
c) Alamat penanggung jawab
d) Nama pasien
e) Usia pasien
f) Alamat pasien
g) Isi tindakan medis
h) Isi persetujuan/ penolakan
i) Tempat,
tanggal dan jam dibuat pernyataan
j) Tanda tangan
dokter dan pembuat pernyataan
J. Bentuk
Informed Consent
Ada dua bentuk Informed consent yaitu:
a) Dengan pernyataan
(expression), dapat secara lisan (oral) dan secara tertulis (written); dianggap
diberikan, tersirat (implied) yaitu dalam keadaan biasa atau normal dan dalam
keadaan gawat darurat.
b) Expressed consent adalah
persetujuan yang dinyatakan secara lisan atau tulisan, bila yang akan dilakukan
lebih dari prosedur pemeriksaan dan tindakan yang biasa. Sebaiknya pasien
diberikan pengertian terlebih dahulu tindakan apa yang akan dilakukan.
Misalnya, pemeriksaan dalam lewat anus atau dubur atau pemeriksaan dalam
vagina, dan lain-lain yang melebihi prosedur pemeriksaan dan tindakan umum. Di
sini belum diperlukan pernyataan tertulis, cukup dengan persetujuan secara
lisan saja. Namun bila tindakan yang akan dilakukan mengandung resiko tinggi
seperti tindakan pembedahan atau prosedur pemeriksaan dan pengobatan invasif,
harus dilakukan secara tertulis.
c) Implied consent adalah
persetujuan yang diberikan pasien secara tersirat, tanpa pernyataan tegas. Isyarat
persetujuan ini ditangkap dokter dari sikap pasien pada waktu dokter melakukan
tindakan, misalnya pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium, pemberian
suntikan pada pasien, penjahitan luka dan sebagainya. Implied consent berlaku
pada tindakan yang biasa dilakukan atau sudah diketahui umum. Pendapat
Mertokusumo, menyebutkan bahwa informed consent dari pasien dapat dilakukan
dengan cara antara lain:
· dengan
bahasa yang sempurna dan tertulis;
· dengan
bahasa sempurna secara lisan;
· dengan
bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan
· dengan
bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawan
· dengan
diam atau membisu tetapi asal dipahami atau diterima oleh pihak lawan.
K. Syarat sahnya
Informed Consent dan Pembatalan
Syarat sahnya informed consent :
· Voluntary (
suka rela, tanpa unsur paksaan)
· Unequivocal (
dengan jelas dan tegas)
· Conscious (
dengan kesadaran )
· Naturally (
sesuai kewajaran )
· Voluntary maknanya
bahwa pernyataan tersebut harus bebas dari tiga F, yaitu force (paksaan), fear (
rasa takut) dan fraud ( diperdaya). Sedangkan Naturally maknanya
sesuai kewajaran disrtai iktikad baik, serta isinya tidak mengenai hal-hal tang
dilarang oleh hukum. Oleh sebab itu tidak dibenarkan adanya kalimat yang
menyatakan bahwa ....”pasien tidak berhak menuntut atau menggugat jika terjadi
sesuatu yang merugikannya”.
Pembatalan informed consent :
· Informed
consent dapat dibatalkan :
· Oleh
pasien sendiri sepanjang tindakan medis tersebut belum dilakukan, atau secara
medis tidak mungkin lagi untuk dibatalkan.
· Dalam
hal informed consent diberikan oleh wali atau keluarga
terdekatnya, maka sepatutnya pembatalan tersebut adalah oleh anggota keluarga
yang bersangkutan, atau oleh anggota keluarga lainnya yang mempunyai kedudukan
hukum lebih berhak untuk bertindak sebagai wali.
· Dalam
hukum perdata, suami atau isteri dari pasien lebih berhak dari pada anak atau
orang tuanya.
L. Daftar
Pusktaka
1. Manual rekam medis/
penyusun, Sjamsuhidajat ...(et al.). ; penyunting Abidinsyah Siregar, Dad
Murniah. –- Jakarta : Konsil Kedokteran Indonesia, 2006.
2. Gondodiputro , Sharon. 2007.
Rekam Medis Dan sistem informasi kesehatan. Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung.
3. Guwandi J,( 1996). Dokter,
Pasien, dan Hukum, 1akarta : Balai Penerbit FKUI.
4. Hanafiah J; Amir A, ( 2007
). Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran,
EGC.
5. Helm A, ( 2003 ). Malpraktik
Keperawatan, Menghindari masalah hukum, jakarta : Penerbit Buku Kedokteran,
EGC.
6. Sofwan Dahlan ( 2000). Hukum
Kesehatan, Rambu-rambu bagi profesi dokter, Semarang : Badan Penerbit
Universits Diponegoro.
7. http://ranocenter.blogspot.co.id/2007/01/informed-consent.html
Komentar
Posting Komentar